P. Henricus Dijckmann lahir di Roterdam pada 11 Mei 1835. Setelah menyelesaikan pendidikan menenghanya dia masuk Serikat Jesus di Mariendal pada 2 Oktober 1854. Tahbisan imam diterimakan pada tanggal 11 September 1866. Tahun 1889 dia ditugaskan ke Misi HIndia Belanda dan bertugas di Larantuka. Namun dalam tugasnya itu dia jug amengunjungi pulau Timor.
Misi Timor sudah dimulai oleh P. Metz pada tahun 1865 dua tahun setelah dia bertugas di Larantuka. Waktu itu hanya singgah dalam perjalanan menuju Surabaya. Kapal yang membawanya singgah di Atapupu dan P. Metz mengetahui bahwa ada sejumlah umat katolik di daerah tersebut. Jumlah mereka memang tidak banyak, tetapi mereka yang sedikit ini menyatakan ingin tetap tinggal menjadi “serani tuwa” (Katolik) setelah penyerahan seluruh kepulauan Sunda kecil dari Portugis ke Belanda. Antara tahun 1873 dan 1875 P. Dijckmann tiga kali meninjau daerah itu lagi. Di Fialaran yang lebih di pedalaman letaknnya, orang yang pernah dipermandikan tidak ada sisanya lagi. Tetapi di Kottakewan orang memperlihatkan kepada pater itu sebuah buku dengan penuh khidmatnya. Buku itu ternyata sebuah buku bacaan rohani, terbitan Lisboa dari tahun 1657. Di Fialaran itu pater Dijckmann mempermadikan beberapa orang anak. Keadaan perumahan penduduk setempat sangat primitifnya menurut ukuran Eropa, sehingga pater itu dalam perjalannya sering terpaksa menginap di bawah kolong langit saja. Kesukaran yang dialami ialah masalah bahasa. Orang di situ memakai bahasa Belu dan Tettum yang tidak dapat dimengerti oleh pater Dijckmann. Ia terpaksa menggunakan jasa juru bahsa. Sudah barang tentu pelajaran agama yang diberikan dengan perantaraan juru bahsa tidak berhasil mencapai sasaran. P. Dijckmann mengusulkan supaya dibuka pusat misi di Timor. Baru pada tanggal 31 Januari 1881 Mgr. Claessens mengajukan permohonan kepada pemerintah agar diperbolehkan mengevangelisakan seluruh pulau Timor. Sayang pemerintah hanya mengijinkan daerah yang berbatasan dengan Timor Leste saja.
Selama 7 tahun P. Dijckmann bekerja di Lartantuka dan jug amengunjungi pulau Timor. Medan yang berat dan iklim yang keras lebih-lebih di Timor sangat menguras tenaganya. Superior misi dan Mgr. Claessens emngusulkan supaya P. Dijckman istirahat ke Belanda dan sekligus mencari tenaga baru guna misi Flores. Maka pada tanggal 16 berangkatlah ia dari Batavia menuju Belanda. Sayang malaria yang menggerogiti tubuhnya tiba tiba kambuh di atas kapal persis ketika kapal melintas di selat Sunda. Seperti tradisi diatas kepal laut setiap orang yang meninggal maka dia akan dimakamkan dalam laut lepas.