Pater Metz lahir pada 8 Desember 1819. Ia masuk novisiat Serikat Jesus di Ravenstain pada 25 September 1845 dan ditahbiskan menjadi Imam pada 1 Juli 1851. Kemudian ia melanjutkan dengan tersiat dan mengucapkan kaul akhir pada 2 Februari 1857. Setelah tahbisan, ia beberapa tahun bekerja di Kolese Sittard. Pater Metz adalah orang yang berbakat terlihat dari bagaimana keahliannya mengajar bahasa Perancis, Jerman, dan Inggris, bahkan dia mengajar ilmu alam dan ilmu pasti. Tetapi ia kurang pandai untuk menampilkan kepandaiannya dengan cara yang meyakinkan.
Riwayat Penugasan selama berada di Indonesia :
Di luar Indonesia | In Itinere | ….. – 1862 |
Pastor Paroki Larantuka (Tengah, Wureh, Solor, Lomblen) | Flores | 1862-1880 |
Cuti (istirahat) | Belanda | 1880-1881 |
Pastor Paroki Larantuka (Tengah, Wureh, Solor, Lomblen) | Flores | 1881-1882 |
Pastor Paroki Maumere (Kotting, Lela, Nita) | Flores | 1882-1885 |
P. G. Metz, SJ dikhusukan bekerja diantara orang-orang pribumi Hindia Belanda. Pertamakali datang di Larantuka pada tahun 1863 menggantikan P. C. Franzen Pr. P. Metz meletakan fondasi yang kokoh untuk misi Larantuka dan Flores secara umum. Dia bekerja terlalu keras sampai kelelahan dan harus kembali ke negeri Belanda pada tahun 1880.Dia rajin memberi pelajaran agama setelah misa dan membuka sekolah dan asrama. Sekolah ini adalah sekolah Jesuit pertama di Indonesia. Pelajaran yang diberikan adalah pelajaran praktis sehingga anak-anak bisa berguna bagi masyarakat setempat dimana dia berada. Baru pada tahun 1870 P. Metz dibantu oleh Br. Henricus de Ruijter yang bertahan hanya 7 tahun karena iklim yang tidak bersahabat.
Pater ini pernah meminta kepada Uskup supaya memperbolehkan umat berdoa dalam logat Melayu-Larantuka namun hal ini ditolak oleh Uskup. Ia mereformasi perayaan natal yang tradisional dengan menyatukan adat ‘Mimino’ (patung kanak-kanak Yesus dari masa Portugis) dengan liturgi resmi. Untuk mencegah wabah cacar, ia menyiapkan tenaga-tenaga mantri cacar yang memberikan suntikan dan obat kepada masyarakat. Dengan ini rakyat semakin percaya kepada pastor.
Kerja keras dan berat tidaklah hal yang asing baginya. Diantara para misionaris dialah yang paling lama bertahan di daerah itu, bukan satu dua tahun, melainkan selama duapuluh tahun penuh.Teman-teman sekerjanya selama dua puluh tahun ada 13 orang, lima diantaranya sudah mendahuluinya menghadap Bapa di Surga. Ketika ia meninggal pada 20 Oktober 1885 teman-teman misonaris di Flores menyebutnya dengan “bapak misi Flores.