Museum opens only by Appointment.

62 024 831 5004

Pater Dewanto dilahirkan pada 18 Mei 1965 di Magelang. Ia masuk novisiat Serikat Jesus di Girisonta pada 7 Juli 1987. Ia menghabiskan masa novisiatnya selama 2 tahun di Girisonta. Studi filsafat ditempuhnya di Jakarta selama empat tahun (1989-1993). Kemudian dilanjutkan dengan tahun orientasi kerasulan mahasiswa di Surakarta (1993-1995).

Kemudian dilanjutkan dengan studi teologi di Yogyakarta. Seusai studi teologi, ia mendapatkan tugas diakonat di Seminari Bunda Maria Fatima dan Kolese St. Yusup, Dili, Timor Timur. Lalu pada tahun 1999, ia kembali ke Yogyakarta dan kemudian ditahbiskan menjadi imam pada 14 Juli 1999. Tugas pertamanya ialah menjadi Staf Pamong Seminari de Nossa Senhora de Fatima, Dili, Timor Timur.

Namun rupanya, hidup dan karya Pater Dewanto tidaklah lama. Tuhan lebih menyayangi beliau yang rela mati demi melindungi umat-Nya. Berdasarkan cerita saksi-saksi yang melihat kejadian tersebut dan dirilis dalam Internos Serikat Jesus, ada kondisi yang cukup mencekam ketika menjelang kematian Pater Dewanto.

Sejak tanggal 4-5 September 1999, ketegangan di Suai sudah semakin tinggi setelah jajak pendapat diumumkan. Ketegangan mulai memanas hingga keributan antara kelompok Prokemerdekaan dan Prointegrasi.

Pada tanggal 6 September 1999, semua orang berkumpul di Gereja Suai berdoa bersama demi keselamatan mereka. Kemudian pada siang hari, Pater Dewanto terpaksa harus mengantarkan suster untuk mendampingi seorang Ibu yang hendak melahirkan ke rumah sakit. Sementara supir sudah tidak berani mengantar suster tersebut. Setelah mengantar rupanya mobil sempat ditahan oleh milisia. Namun berkat bantuan Polres, Pater Dewanto mampu mengambil mobil dan kembali ke Gereja Suai.

Menjelang sore, 7 anggota milisia beserta komandannya bersenjata lengkap mengepung Gereja dan Pastoran. Pater Dewanto melihat ada keributan kemudian keluar berusaha untuk melerai. Namun, parang telah diayun dan tembakan-tembakan telah terdengar mengarah padanya. Disusul dengan penyerangan kepada Pastor Fransiskus Soares yang keluar menyusul Pater Dewanto. Dan kemudian Pastoran dan Gereja diserang dengan menggunakan granat.