Museum opens only by Appointment.

62 024 831 5004

Pastor Herman Ruding lahir pada tanggal 14 Juni 1915 di Hoogezand (Groningen). Setelah berhasil menyelesaikan studi tata bahasanya di Nijmegen, ia pergi pada tanggal 7 September 1933 ke Novisiat para Bapa Jesuit di Mariƫndaal dekat Grave dan pergi pada tahun berikutnya bersama 4 orang novis bersama Mgr. P. Willekens dan P. C. Teppema pada tanggal 24 Agustus oleh "Christiaan Huygens" ke Indonesia, untuk menjalani tahun kedua novisiat di sana dan belajar filsafat di sana

Ia kembali pada tahun 1938 untuk melanjutkan teologinya di Maastricht dan pada tanggal 13 Mei Ditahbiskan menjadi imam pada 1942. Ia memperoleh lisensiatnya di sana pada tahun 1943, sedangkan pada tahun 1946 ia lulus cum laude ke Doctor Theologiae untuk disertasinya yang berjudul "Konsep seseorang yang mengajar tentang unio hypostatica di St. Thomas".

Pada tahun 1947 ia berangkat ke Indonesia untuk kedua kalinya dan menjadi Guru Besar Teologi dan Ketua Seminari Tinggi di Yogyakarta, kemudian ditambahkan Rektorat Sekolah Tinggi Teologi Jesuit. Ia juga menjadi Pejabat dan Penasihat Vikaris Apostolik Semarang. Misi kehilangan salah satu kekuatan terbaiknya dalam dirinya.

Ia terbiasa naik ke gunung untuk berlibur bersama para seminaris. Hari itu, ia naik terlebih dahulu ke Gunung Sumbing. Setelah menemukan jalan dengan pemandangan yang indah, ia meminta salah seorang yang mengikutinya untuk memberitahukan kepada Pater Mulder dan seminaris lainnya untuk segera naik dan menemuinya di sana. Pater Mulder berangkat bersama rombongan seminaris hingga ke puncak namun tidak bertemu dengan Pater Ruding. Yang mereka temui ialah barang-barang yang ia bawa seperti kulit jeruk dan senter.

Sepulang dari mendaki, Pater Mulder masih mencari kabar mengenai Pater Ruding. Hingga tanggal 8 Juli 1958, Pater Ruding mencari hingga melaporkannya kepada polisi. Namun, hingga tanggal 15 Juli tidak ada kabar mengenai beliau. Oleh karena itu, semua seminaris bersama Pater Mulder mengadakan misa requiem dan menganggap Pater Ruding tidak selamat. Beberapa hari setelahnya, ada 20 orang mahasiswa Universitas Yogyakarta yang menawarkan diri untuk mencari Pater Ruding dan mereka menemukan tulang-tulang tengkorak.