Bruder Zinken lahir pada 28 Agustus 1850. Dalam perjalanan hidupnya yang penuh semangat, ia mengembangkan manajemen diri yang kuat, yang akhirnya membawanya pada panggilan untuk bergabung dengan Serikat Yesus sebagai frater awam pada 26 Mei 1876.
Pada akhir tahun 1884, ia tiba di Larantuka. Area di sekitar rumah misi saat itu tidak cocok untuk ditata menjadi taman, tetapi Bruder Zinken, yang berasal dari Mariëndaal, memiliki pengetahuan luas dalam bidang pertanian dan perkebunan. Ia pun dipercaya untuk mengelola kebun dan pertanian. Pada hari Minggu, ia menikmati peribadatan dengan penuh sukacita. Tidak seperti banyak orang Eropa lain yang hidup di antara penduduk asli dan terkadang kurang memperhatikan penampilan mereka, Bruder Zinken selalu berpakaian rapi, mencerminkan kedisiplinan dan penghormatannya terhadap rumah Tuhan, yang menjadi landasan iman bagi umat Kristen di Larantuka.
Namun, pada 2 Oktober 1893, ia harus meninggalkan Laora—a keputusan yang cukup berat bagi misi, karena ia ditunjuk sebagai pendamping Pater Hellings di pemukiman pertama Kepulauan Watoebela. Dengan kepasrahan dan ketundukan pada kehendak Tuhan, ia meninggalkan misi yang telah lama menjadi bagian dari dirinya. Meski demikian, ia sering mengenang Pulau Cendana dan penduduknya dengan penuh kehangatan.
Pada 24 Juni 1896, Bruder Zinken meninggalkan Papua menuju Semarang untuk beristirahat dari kelelahan yang terus menguras tenaganya. Ia diterima dengan penuh belas kasih di berbagai rumah misi, di mana ia mendapatkan sambutan yang hangat. Pada 23 Oktober, ia tiba di Buitenzorg dan disambut dengan penuh keramahan oleh Mgr. Claessens, rekan sejawatnya. Setelah itu, ia melanjutkan perjalanan ke Sumatra dan ditugaskan sebagai pendamping Pastor Jennissen di Tandjong-Sakti.
Ketika akhirnya jatuh sakit, penduduk setempat, yang telah lama menghormatinya, datang dari berbagai penjuru untuk menunjukkan rasa kasih dan penghargaan mereka. Saat mandi di laut, ia mengalami luka, dan meskipun biasanya sangat peduli terhadap orang lain, ia justru cenderung mengabaikan dirinya sendiri. Sama seperti saat ia terkena gigitan buaya di Konga, ia tetap yakin bahwa dirinya akan sembuh dengan mudah. Namun, kali ini keajaiban tidak datang—kondisinya semakin memburuk dari hari ke hari. Demam dan halusinasi mulai muncul, hingga penduduk asli pun berbisik, "Begitu banyak dari kami yang mampu menyembuhkan luka kaki, tetapi kini, betapa malangnya, ia tidak bisa menyembuhkan dirinya sendiri!"
Pada 7 Januari 1907, Bruder Zinken menghembuskan napas terakhirnya, meninggalkan jejak pengabdian yang tak terlupakan di tanah misi.
Riwayat Penugasan selama di Indonesia :
Karya | Lokaso | Tahun |
---|---|---|
Rumah tangga Larantuka (Tengah, Wureh, Solor, Lomblen) | Flores | 1884-1889 |
Rumah tangga Laora | Sumba | 1889-1893 |
Rumah tangga Watubela (Kessewooi) | Maluku | 1893-1895 |
Rumah tangga Irian Jaya | Papua | 1895-1896 |
Rumah tangga Bengkulu (Tanjung Sakti) | Sumatera | 1896-1898 |
Rumah tangga Larantuka (Tengah, Wureh, Solor, Lomblen) | Flores | 1898-1907 |